"Jangan kau menjadi lemah karena perasaan. Ia hadir bukan untuk melemahkan bahkan menjatuhkan. Hadirnya sering tak terduga, hingga butuh berbagai cara untuk mengusirnya. Perlu? Tidak sebenarnya. Kedatangannya tak perlu melemahkan, tapi harus kau jadikan pecutan. Ya, pecutan agar semangat semakin terkorbarkan. Pecutan agar semakin tergerak menambah iman dan teringat akan ketakutan bahwa Dia jangan sampai kau duakan, hanya karena perasaan pada yang telah Dia ciptakan.
INAS SHODA
Sunday, July 17, 2016
Makna-Peristiwa
"Karena setiap peristiwa selalu ajarkan makna dan telah ditulis olehNya,maka syukur jangan pernah kita lupa"
Friday, July 15, 2016
men-jarak
"Jarak itu perlu untuk dicipta, ia tak selamanya menyisakan duka, justru akan menyimpan suka, dalamnya banyak ajarkan makna. Sabar dan percaya, yang keduanya mungkin suatu saat akan menjelma menjadi suka saat jarak sejenak tiada."
Sakinah, Mawaddah wa Rahmah
"Barakallah...semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah ya.."
Sakinah adalah,
ketika melihat kekurangan pasangan, namun mampu menjaga lidah untuk tidak mencelanya
Mawaddah adalah,
ketika melihat kekurangan pasangan, namun kita memilih menutup sebelah mata atas kekurangannya dan memilih untuk membuka mata lain untuk berfokus pada kelebihannya
Rahmah adalah,
ketika kita mampu menjadikan kekurangan pasangan menjadi ladang amal untuk diri kita
sungguh indah ya maknanya...semoga Allah sennatiasa menghimpun kita dalam keluarga yang penuh dengan kebaikan, aamiin..
sumber : www.ihei.wordpress.com
Tak jarang ucapan kalimat seperti itu kita jumpai saat memberikan selamat kepada pasangan pengantin baru. Ucapan kalimat yang berisi doa agar pasangan pengantin baru nantinya dapat menjadi keluarga yang baik, begitu mungkin intinya. Tapi, sudahkah sebenarny akita tau dan paham betul apa yang dimaksud dengan sakinah? mawaddah? dan wa rahmah?
Sakinah adalah,
ketika melihat kekurangan pasangan, namun mampu menjaga lidah untuk tidak mencelanya
Mawaddah adalah,
ketika melihat kekurangan pasangan, namun kita memilih menutup sebelah mata atas kekurangannya dan memilih untuk membuka mata lain untuk berfokus pada kelebihannya
Rahmah adalah,
ketika kita mampu menjadikan kekurangan pasangan menjadi ladang amal untuk diri kita
sungguh indah ya maknanya...semoga Allah sennatiasa menghimpun kita dalam keluarga yang penuh dengan kebaikan, aamiin..
sumber : www.ihei.wordpress.com
Thursday, April 28, 2016
Indahnya Sakit
Ubay bin Ka’ab Memilih Demam Sepanjang Hidup
Kita tentu pernah merasakan sakit demam bukan? Suhu badan terasa panas namun di dalam terasa kedinginan. Biasanya kita tak tahan berlama-lama dengan demam ini. Obat penurun panas atau dokter akan segera kita cari agar suhu badan segera turun agar kita nyaman beraktivitas. Seperti itulah kira-kira respon kita pada umumnya ketika demam.
Namun apa yang dilakukan Ubay bin Ka’ab sungguh di luar dugaan orang kebanyakan. Ketika suatu hari ia menderita sakit demam, ia justru berdoa agar Allah tidak menghilangkan demamnya itu. Dan Allah pun mengabulkan doanya.
Alhasil, jika ada orang lain yang bersentuhan dengannya atau memegang kulitnya, maka ia akan bisa merasakan panas demam dari Ubay bin Ka’ab. Dan itu berlangsung hingga akhir hayatnya. Maa syaa Allah, luar biasa!
Ada apa dengan Ubay bin Ka’ab? Siapakah dia? Dan mengapa ia melakukan hal yang sedemikian aneh? Yang mungkin tidak satupun dari kita ingin meniru tingkahnya.
Ubay bin Ka’ab adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw. yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Nabi. Ia berasal dari kaum Anshar dari suku Khazraj. Ia masuk islam dalam Ba’iah Aqabah. Kecerdasan dan kearifannya membuatnya menjadi hafizh atau penghafal Al Qur’an dan memperoleh kepercayaan Nabi sebagai salah satu dari penulis wahyu Allah.
Pada suatu hari, Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Hai Ubay bin Ka’ab, aku dititahkan untuk menyampaikan Al Quran kepadamu.” Dengan hati-hati ia menanyakan kepada Rasulullah saw., ”Wahai Rasulullah, ibu-bapakku menjadi tebusan anda! Apakah kepada anda disebut namaku?” Rasulullah saw. menjawab, “Benar! Namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi."
Lihatlah, siapa sahabat yang mulia ini, hingga Allah pun secara khusus memerintahkan Nabi untuk menyampaikan Al Qur’an kepadanya dengan menyebut namanya. Tentulah orang yang cerdas dan bisa memahami hikmah dengan sempurna yang pantas diberi amanah Al Qur’an.
Dengan kecerdasan dan pemahaman yang dalam akan penghambaan diri di dalam islam ini pulalah ia memilih untuk menderita sakit demam sepanjang hidupnya.
Suatu ketika ada seorang lelaki yang bertanya kepada Nabi saw.tentang penyakit yang dialaminya, dan apa yang akan diterimanya karena penyakitnya tersebut. Nabi saw. bersabda, “Itu adalah penghapus dosa atau dalam terminologi arab disebut Kaffarah.”
Ubay yang saat itu hadir, seketika bertanya, “Walau sakit yang sedikit, wahai Rasulullah?” “Ya, Walau hanya tertusuk duri, atau yang lebih ringan dari itu” tegas Nabi kepada beliau.
Suatu ketika Ubay bin Ka’ab merasakan demam, ia teringat akan sabda Nabi SAW tersebut, maka ia pun berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta, agar Engkau tidak menghilangkan demam panas ini dari tubuh Ubay bin Ka’ab, hingga aku bertemu dengan-Mu. Tetapi janganlah demam ini menghalangi aku dari shalat, puasa, haji dan jihad di jalan-Mu."
Alhasil, Allah mengabulkan doanya dan Demam itupun melekat hingga akhir hayat beliau.
_____________________________________________________________________________________________
seseorang mengirimkan kisah indahini kepada saya ketika saya sakit, hingga sekarang saya masih selalu teringat dengan kisahnya.semoga Allah pun dapat jadikan sakit sebagai kaffarah penggugur segala dosa, dijadikan pribadi yang lebih sabar, ikhlas dan selalu lapang, aamiin
Tuesday, March 29, 2016
Jika Ini Ramadhan Terakhir Kami
Ketika detik waktu berhenti,
Kehidupan abadi mulai menanti,
Setiap manusia dimintai pertanggung jawaban diri,
Amal ditimbang,mau masuk kemana kita nanti,
Surga yang penuh kenikmatan atau neraka yang penuh siksaan?
Semua itu adalah pilihan,
Wahai insan mari kita renungkan,
Kehidupan abadi mulai menanti,
Setiap manusia dimintai pertanggung jawaban diri,
Amal ditimbang,mau masuk kemana kita nanti,
Surga yang penuh kenikmatan atau neraka yang penuh siksaan?
Semua itu adalah pilihan,
Wahai insan mari kita renungkan,
Rabbi....
Jika ini pertemuan terakhir dengan ramadhan,
Sungguh kesempatan semakin sempit dan waktu semakin sedikit,
Sedangkan dosa masih setinggi langit,
Dan amal kebaikan masih cacat terlihat,
Jika ini pertemuan terakhir dengan ramadhan,
Sungguh kesempatan semakin sempit dan waktu semakin sedikit,
Sedangkan dosa masih setinggi langit,
Dan amal kebaikan masih cacat terlihat,
Tentulah jika ini ramadhan terakhir kami,
Kami takkan mau menjadi hambaMu yang merugi,
Takkan kami biarkan waktu yang hanya berlalu,
Siang malam kami habiskan untuk beribadah untukMu,
Berharap setiap helaan nafas hanya tersebut asamaMu,
Menghamba diri dengan tubuh dan qalbu menyatu,
Lantunan dzikir terus terucap tanpa kenal jemu,
Malam akan kami sibukkan untuk bertarawih..bertahajud.. mengadu padaMu,
Lantunan ayat quran akan terus kami dendangkan yang tiada henti memaknai setiap firmanMu,
Berlomba lomba,berharap Kau pertemukan kami dengan malam yang lebih baik dari seribu bulan,
Akankah kami pantas mendapat syurgaMu, Rabbi?
Kami takkan mau menjadi hambaMu yang merugi,
Takkan kami biarkan waktu yang hanya berlalu,
Siang malam kami habiskan untuk beribadah untukMu,
Berharap setiap helaan nafas hanya tersebut asamaMu,
Menghamba diri dengan tubuh dan qalbu menyatu,
Lantunan dzikir terus terucap tanpa kenal jemu,
Malam akan kami sibukkan untuk bertarawih..bertahajud..
Lantunan ayat quran akan terus kami dendangkan yang tiada henti memaknai setiap firmanMu,
Berlomba lomba,berharap Kau pertemukan kami dengan malam yang lebih baik dari seribu bulan,
Akankah kami pantas mendapat syurgaMu, Rabbi?
Tentulah jika ini ramadhan terakhir kami,
Seluruh materi yang telah Engkau beri akan kami berikan di jalan jihad ini,
Tentu tak hanya ingin sekadar materi,
Tetapi seluruh jiwa dan raga yang kami persembahkan,
Syahid di jalan dakwah ini adalah yang kami impikan,
Seluruh materi yang telah Engkau beri akan kami berikan di jalan jihad ini,
Tentu tak hanya ingin sekadar materi,
Tetapi seluruh jiwa dan raga yang kami persembahkan,
Syahid di jalan dakwah ini adalah yang kami impikan,
Tentulah jika ini ramadhan terakhir kami,
Tak kan kami lewatkan waktu untuk orang orang tersayang,
Terkhusus untuk kedua orangtua,
Sisa waktu akan kami habiskan untuk memberi apa yang telah mereka harapkan,
Kepada mereka tak kan kan kami lupakan untuk memohon maaf atas segala kesalahan,
Berdoa agar syurga nanti kelak menjadi tempat kembali pertemuan,
Tak kan kami lewatkan waktu untuk orang orang tersayang,
Terkhusus untuk kedua orangtua,
Sisa waktu akan kami habiskan untuk memberi apa yang telah mereka harapkan,
Kepada mereka tak kan kan kami lupakan untuk memohon maaf atas segala kesalahan,
Berdoa agar syurga nanti kelak menjadi tempat kembali pertemuan,
Sungguh tiada yang mengetahui kapan maut akan menjemput,
Karena itu adalah rahasia kuasaNya,
Sebagai hamba hanya mampu terus berusaha,
Meminta belas kasihNya,
Memperbanyak bekal agar mampu mendapat syurgaNya,
Bersiap diri menanti jemputan izrail,
Jadikan ramadhan ini menjadi ramadhan yang paling berseri dan berarti sebelum maut itu menghampiri,
Illahi rabbi...
Karena itu adalah rahasia kuasaNya,
Sebagai hamba hanya mampu terus berusaha,
Meminta belas kasihNya,
Memperbanyak bekal agar mampu mendapat syurgaNya,
Bersiap diri menanti jemputan izrail,
Jadikan ramadhan ini menjadi ramadhan yang paling berseri dan berarti sebelum maut itu menghampiri,
Illahi rabbi...
Yogyakarta, 25 juli 2013
Berlari Mundur
Pernah ada yang
bilang, setiap perempuan memiliki ruang kosong di hatinya,semacam ruang
penantian katanya, sebelum ia hidup menggenap.
Kenapa ruang
kosong itu harus ada? Buat apa? Dan siapa yang akan mengisi ruang kosong itu
nanti?
Bisa kamu
bayangkan, sebuah ruang kosong, yang belum berpenghuni. Sendiri? Gelap? Sepi?
Dan hanya
kita, seorang perempuan bediam sendiri, di ruang ini. Sembari berharap, pintu
di ujung sana segera terbuka, mengantarkan seseorang yang akan menjadi penghuni
baru ruangan ini.
Ruang kosong
itu ibarat sebuah rumah baru, tanpa perabotan, tanpa catd engan pintu yang
masih terkunci rapat dari luar sana. Kita tidak bisa keluar, kita hanya bisa
bertahan di dalamnya. Maka, akan menjadi pilihan setelahnya, bagaimana kita
akan hidup di ruang kosong ini. Membuatnya akan tetap kosong kah? Hanya sesekali
membersihkannya, yang penting tidak terlalu terlihat kotor, atau biarkan saja ruang
kosong itu apa adanya, akan menjadi kotor, penuh debu dan entah nanti mau diisi
apa sajakah, tak akan peduli. Atau kita coba bersihkan kemudian sibuk merancang
berbagai tata letak ruang dan perabotan untuk ruang. Mulai dari cat warna apa
yang cocok hingga segala pernak-pernik perabotan apa yang akan menghiasi. Semua
dirancang detail, berharap semuanya tersiapkan dengan sangat baik.
Taukah kamu?
Menunggu ruang
kosong tak selalu menyenangkan. Bagaimana akan menyenangkan jika hanya ada
seorang diri di sana. Kecuali, jika kita mau menggunakan kesempatan untuk
menyiapkan dengan baik segala rancangan. Maka, waktu tak akan begitu saja
terlewatkan. Tetapi, itu (pilihan). Pilihan untuk setiap perempuan. Menggunakan
kesempatan itu atau tidak. Namun, menurutku tak ada seorang perempuan yang tak
ingin ruang kosong itu menjadi indah dengan segala rancangan yang telah mereka
siapkan. Hanya saja, penantian dalam ruang kosong itu tak tau akan berakhir
kapan. Membuat si penghuni harus mampu berteman dengan kesabaran dan
kelapangan. Bagi kaum perempuan, ini bukan persoalan mudah, terlebih kami
adalah kaum yang begitu perasa. Menjalani hari dengan berteman sepi dan
sendiri. Maka, mungkin tak heran, jika kemudian beberapa perempuan menyerah
sebelum saatnya, mencoba membuka paksa pintu itu. Berharap si penghuni baru
yangsudah dipersiapkan untuknya akan datang lebih cepat (mungkin). Atau setidaknya agar tak lagi merasa sepi dan
sendiri, karena akan ada orang lain yang menemani. Padahal taukah kamu? Jika
pintu itu sudah terbuka, maka akan banyak orang diluar sana yang mencoba
bertamu, seolah penasaran dan ingin tahu siapa si penghuni ruang kosong itu.
Taukah kamu?
Lagi-lagi
itu pilihan. Dan aku berharap pintu ruanganku hanya akan terbuka sekali oleh
penghuni baru yang telah Dia siapkan untukku.
Aku pun juga memilih untuk tetap berdiam di ruang kosong ini, sembari
membuat rancangan terbaik untuk rumah kita nantinya. Kita? Ya. Kita nanti. Percaya dengan Nya, Dia telah menjanjikan dan Janji-Nya akan selalu tepat, itu akan
membuat kita selalu kuat. Dan ternyata membuat rancangan tak semudah itu. Sampai-sampai
kadang ada perasaan khawatir terlintas, bagaimana jika di saat rancanganku
belum jadi, si penghuni baru sudah datang lebih dulu. Rasanya ingin meminta
kepada-Nya, bolehkah undur waktu sebentar sampai aku menyelesaikan
rancangannya, Tuhan? Hingga mungkin ada
sebersit penyesalan, karena mengapa aku baru mulai memikirkan tentang rancangan
ini. Tapi, waktu-Nya akan selalu tepat, bukan?
Taukah kamu?
Aku terkadang
tak selalu sukses melewatkan waktu dalam penantian di ruang ini. Entahlah, aku
merasa pintu ruanganku tak lagi serapat dulu, tapi ia juga tak kunjung terbuka lebar
dan mengantarkanmu datang. Aku khawatir kenapa ia tak serapat dulu, kau sudah
membukanya lebih dulu kah? Kenapa kau hanya membukanya setengah? Kenapa tak kau
buku utuh kunci ruang itu? Kamu tau? Membukanya setengah bisa membuat hatiku
tak tenang, khawatir jika ternyata setengahnya lagi bukan kamu yang akan
membukanya. Tuhan, ampunilah saya.
Walaupun mungkin,
membukanya setengah juga sedikit cukup melegakan aku, karena mungkin ternyata
kamu calon penghuni baru ruanganku yang telah Dia siapakan. Tapi, aku tetap
butuh kepastian di saat semakin tinggi harapan.
Dan
sekarang, aku hanya bisa berdiam berada di tengah ruangan. Menatap pintu yang
sudah terbuka setengah sembari berharap kau datang membukanya lebar, tapi
kapan? Pandanganku tak akan pernah lepas dari tatapan pintu yang sudah setengah
terbuka itu. Aku mencoba mencari cara agar aku tak terus-terusan memandangi
pintu setengah terbuka itu. Tapi bagaimana caranya?
Memintamu menutupnya
rapat lagi? Tapi, itu artinya aku tak boleh lagi berharap tentang mu. Menghilangkan
segala imajinasi yang sudah aku susun untuk rancangan terbaikku dan tentangmu
ada di dalamnya. Sepertinya aku tak sanggup.
Tapi, jika
aku tetap di posisi ini, pintu setengah terbuka itu selalu jadi pandangan,
rasanya aku tak mampu.
Taukah kamu?
Pintu yang
sudah terbuka setengah itu seakan selalu mengabariku tentang kamu. Kamu yang
bagaimana dan seperti apa. Tentangmu tak selalu menyenangkan. Aku sadar, karena
aku pun pasti juga begitu untukmu. Aku tak
lantas bukan menyalahkanmu, jika memang kutahu untuk beberapa hal ternyata kamu
tak seperti yang aku inginkan. Tak apa, bukankah memang kita harus belajar
tentang peneriman? Tapi, bukan sekarang. Bukan. Aku tak mau mengenalmu lebih
awal, mengetahui seperti apa kamu, yang mungkin bisa membuatku tersenyum atau
kesal kepadamu
Tolong,
jangan buat aku semakin tau tentang kamu. Aku takut. Aku takut aku semakin
mendekat kearah pintu dan kemudian membukanya sendiri untuk mencari kamu. Bertemu
kamu. Bukan seperti itu yang aku inginkan.
Maka,
bolehkah aku perlahan berjalan dan berlari mundur saja?
Iya...berlari
mundur menjauh dari pintu itu, sampai tak terlihat pemandangan pintu setengah
terbuka itu lagi. Agar berita tentangmu tak aku dengar (lagi) sampai nanti kamu
benar-benar datang untukku. Maaf. Tolong aku, Tuhan.
Subscribe to:
Posts (Atom)